Minggu, 22 Maret 2009

PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI IBA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) ASAL SEEDLING DI POLYBAG


ANDI PUJA ASMARA


PROGRAM STUDI AGRONOMI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2008

ABSTRAK

ANDI PUJA ASMARA. Pengaruh Beberapa Konsentrasi IBA Terhadap Pertumbuhan Bibit Manggis ( Garcinia mangostana L. ) Asal Seedling Di Polybag. Dibimbing oleh H. ZULKARNAIN dan HJ. BUDIYATI ICHWAN.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan bibit manggis. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 Mei sampai 22 Agustus 2007 di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi Desa Mendalo Darat, Kabupaten Muaro Jambi dengan ketinggian sekitar kurang lebih 35 m dpl (di atas permukaan laut).

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor yaitu konsentrasi IBA pada taraf 0, 50, 100, 150 dan 200 ppm. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistika dan dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf α = 5% untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kosentrasi IBA memberikan pengaruh terhadap variabel pertambahan jumlah akar sekunder, pertambahan panjang akar, bobot kering akar dan bobot kering pupus, namun tidak memberikan pengaruh terhadap variabel pertambahan tinggi, pertambahan diameter serta pertambahan jumlah daun bibit manggis. Konsentrasi IBA 150 ppm memberikan hasil yang terbaik untuk pertumbuhan akar bibit manggis di polybag.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Zulkarnain selaku pembimbing I dan kepada Ir. Hj. Budiyati Ichwan, MS selaku pembimbing II yang selalu sabar membimbing penulis, serta terima kasih juga kepada pihak-pihak lain yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan laporan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna kesempurnaan skripsi ini.


Jambi, 0ktober 2008

Penulis




I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) salah satu komoditas buah asli tropik yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Saat ini, manggis merupakan komoditas buah ekspor Indonesia. Manggis di luar negeri dikenal sebagai “Queen of Fruits “ dan “ The Finest Fruit of Tropis “, karena memiliki keistimewaan warna kulit dan daging buah serta rasa yang unik yaitu manis, asam dan menyegarkan, selain itu manggis juga memiliki nilai gizi yang tinggi.

Nilai gizi buah manggis segar merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Direktorat Gizi (1981) sebagaimana diacu oleh Rukmana (1998) menyatakan bahwa dalam 100 g daging buah manggis segar mengandung 63 kalori, 0,6 g protein, 0,6 g lemak, 15,6 g karbohidrat, 8 mg kalsium, 12 mg fosfor, 0,8 mg zat besi, 0,03 vitamin B1, 2 mg vitamin C dan 83 g air.

Di luar negeri dari tahun ke tahun permintaan akan buah manggis segar mengalami peningkatan terutama untuk negara Taiwan dan Hongkong. Pada tahun 1998 - 2003 berdasarkan neraca perdagangan untuk nilai ekspor beberapa komoditas hortikultura, manggis menduduki peringkat ke–3 tertinggi setelah jamur dan kubis, yaitu 9,3 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2003).

Ekspor buah manggis segar Indonesia ke luar negeri, umumnya berasal dari pertanaman rakyat yang sudah berumur puluhan tahun dan ditanam pada pekarangan yang tidak pernah dipelihara secara intensif sesuai teknik budidaya buah-buahan yang baik dan benar terutama mengenai penggunaan bahan tanaman yang tidak jelas asal usulnya dan juga pemupukan. Akibatnya kualitas buah manggis yang dihasilkan oleh petani masih sangat rendah, hanya 20 - 30% dari total produksi seluruhnya yang dapat di ekspor sedangkan sisanya sebagian besar untuk pasar domestik dengan harga yang relatif murah. (Direktorat Jendral Tanaman Hortikultura Nasional, 2002).

Dinas Pertanian (2004), menyebutkan propinsi Jambi termasuk salah satu penghasil buah manggis di Indonesia. Pada tahun 2003 luas areal pertanaman manggis sekitar 464 ha dan mampu memperoleh rata–rata hasil yang cukup tinggi yaitu sebesar 9,23 ton ha-1 per tahun. Produktivitas ini melebihi produktivitas nasional yang mencapai 8,45 ton ha-1 per tahun sehingga Jambi memiliki kesempatan yang cukup luas dalam pengembangan manggis. Akan tetapi permasalahannya adalah pemenuhan terhadap permintaan manggis yang akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk pada masa mendatang. Sementara pertumbuhan manggis yang lambat menjadi kendala untuk manggis-manggis rakyat yang telah berumur puluhan tahun. Maka diperlukan suatu usaha agar dapat menyadiakan bibit pengganti yang lebih baik.

Bibit manggis bisa berasal dari biji ataupun dari pembiakan vegetatif. Walaupun bibit berasal dari biji namun memiliki sifat yang sama seperti induknya, hanya saja masa non produktifnya cukup lama, yaitu antara 10 - 15 tahun atau lebih (Rukmana, 1998). Jika bibit berasal dari pembiakan

vegetatif memiliki permasalahan pada perkembangan akarnya yang lambat, sehingga dampaknya pada pertumbuhan tanaman yang lambat pula. Permasalahan tersebut membuat sebagian besar petani kurang berminat dalam mengusahakan budidaya manggis dalam sekala luas.

Menurut Reza et al. (1994), pertumbuhan manggis yang lambat berkaitan erat dengan sistem perakarannya. Manggis mempunyai akar tunggang yang panjang dan kuat, tetapi percabangan akarnya sangat sedikit. Demikian pula dengan bulu-bulu akarnya, sehingga akan menimbulkan masalah serius pada proses penyerapan air dan unsur hara dari tanah.

Upaya yang dilakukan untuk memperoleh tanaman bermutu baik adalah dengan cara pemberian hormon atau Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Widodo (2006), menyebutkan hormon atau ZPT adalah senyawa-senyawa dalam jumlah yang kecil dan turut mengatur proses pertumbuhan. Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama ZPT yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat dan etilen. Selain itu Hart dan Carlson (1967) diacu oleh Gardner et al. (1991), menyatakan untuk spesies atau kultivar yang sukar berakar, sumber auksin eksogen hampir selalu penting.

Penggunaan auksin di antaranya adalah untuk merangsang perkecambahan dan pertumbuhan biji, merangsang perakaran stek, cangkok, dan bagian tanaman lainnya dalam usaha perbanyakan tanaman secara vegetatif; merangsang pertumbuhan bibit sambung pucuk (grafting), merangsang pertumbuhan buah-buahan, menghambat pertumbuhan tunas tanaman dan gulma (Rismunandar, 1995).

Selanjutnya Gaspar et al. (1996) menambahkan bahwa auksin sangat diperlukan dalam pertumbuhan organogenesis termasuk dalam pembentukan akar. Kombinasi auksin dengan konsentrasi yang tepat dapat meningkatkan inisiasi dan induksi akar. Prastowo et al. (2006) menyebutkan konsentrasi auksin yang digunakan pada perendaman stek berkisar antara 5 - 100 ppm, tergantung jenis tanaman dan jenis auksin yang digunakan. Umumnya untuk penyetekan tanaman buah digunakan konsentrasi 100 ppm dengan lama perendaman 1 - 2 jam.

Menurut Heddy (1989), senyawa-senyawa indole yaitu IPA (indole-3-propionic acid) maupun IBA (indole-3-butyric acid) terbukti aktif dan digunakan sebagai ZPT perakaran. IBA mempunyai sifat yang lebih baik dan efektif dari pada IAA dan NAA. Dengan demikian IBA paling cocok untuk merangsang aktifitas perakaran, karena kandungan kimianya lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama. IAA biasanya mudah menyebar ke bagian lain sehingga menghambat perkembangan serta petumbuhan tunas dan NAA dalam mempergunakannya harus benar-benar tahu konsentrasi yang tepat yang di perlukan oleh suatu jenis tanaman, bila tidak tepat akan memperkecil batas konsentrasi optimum perakaran (Wudianto, 1998).

Rismunandar (1995) menyatakan bahwa IBA dalam larutan 24 - 40 ppm dapat mempercepat tumbuhnya akar baru pada tanaman (bibit yang baru dipindahkan dari persemaian), misalnya tanaman kol, tomat dan tembakau, serta pada beberapa jenis tanaman keras. Tanaman yang akan dipindahkan dimasukan kedalam larutan tersebut selama 48 jam.

Selain itu, Lukitariati et al. (1996), menggunakan IBA pada konsentrasi 50 - 150 ppm dengan perendaman selama 5 detik pada bibit manggis (Garcinia Mangostana L.) umur 5 bulan hanya dapat berpengaruh terhadap jumlah akar,

tetapi belum mampu mempercepat aktivitas pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukan semakin tinggi konsentrasi IBA jumlah akar cendrung semakin meningkat.

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Beberapa Konsentrasi IBA Terhadap Pertumbuhan Bibit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Asal Seedling di Polybag “.

1.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi IBA yang berpengaruh dan dapat menghasilkan pertumbuhan bibit manggis terbaik pada pembibitan di polybag.

1.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan untuk digunakan dalam pengembangan ilmu pertanian serta memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak–pihak yang memerlukan dalam usaha meningkatkan pertumbuhan bibit manggis di polybag.

1.3 Hipotesis

1) ZPT IBA memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit manggis di polybag.

2) Terdapat konsentrasi IBA yang dapat memberikan pertumbuhan bibit manggis paling baik.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Umum Tanaman Manggis

Kedudukan tanaman manggis dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Sub-divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledoneae, Ordo Guttiferales, Famili Guttiferae, Genus Garcinia dan Spesies Garcinia mangostana L. Tanaman manggis termasuk tanaman tahunan (perennial) yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan tahun (Rukmana, 1998).

Manggis merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon berkayu. Morfologi manggis terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji (Rukmana, 1998). Sistem perakaran tanaman manggis adalah akar tunggang yang sangat dalam, tetapi miskin percabangan dan bulu–bulu akar. Oleh karena itu, jika

terjadi gangguan sedikit saja terhadap perakarannya, dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan, layu dan bahkan mati. Uniknya hanya Garcinia mangostana L. saja yang mempunyai perakaran yang lemah, sedangkan spesies Garcinia lainnya mempunyai perakaran yang kuat dan lebat. Menurut penelitian sitologis, Garcinia mangostana L. mempunyai susunan kromosom poliploid 2n = 96, sedangkan spesies Garcinia lainnya mempunyai susunan kromosom 2n = 48 (Reza et al., 1994).

Batang tanaman manggis berbentuk bulat, tumbuh tegak ke atas mencapai ketinggian 25 meter. Kulit batangnya tidak rata dan berwarna kecoklatan. Percabangannya simetris membentuk tajuk yang rimbun dan rindang mirip piramida. Daun manggis berbentuk bulat telur sampai bulat panjang, tumbuhnya tunggal dan bertangkai pendek sekali tanpa daun penumpu. Struktur helai daun tebal dengan permukaan sebelah atas berwarna hijau mengkilap, sedangkan permukaan sebelah bawah warnanya hijau kekuning–kuningan (Rukmana, 1998).

Bunga manggis muncul dari ujung ranting, berpasangan dengan tangkainya yang pendek, tebal dan teratur (actinomorf). Struktur bunga manggis mempunyai empat kelopak (sepal) yang tersusun dalam dua pasang, sedangkan mahkota bunga (petal) terdapat empat helai, berwarna hijau kekuningan dengan warna merah di pinggirnya. Bakal buah manggis berbentuk bulat, mengandung 1 - 3 bakal biji (Rismunandar, 1986)

Benang sari berukuran kecil dan mengering, sehingga tidak mampu membuahi sel telur. Oleh karena itu, meskipun manggis berbunga sempurna sering disebut hanya berbunga betina saja. Akibatnya, buah dan biji yang tumbuh dan berkembang tanpa melalui penyerbukan lebih dulu atau disebut apomixis. Biji manggis demikian bersifat vegetatif dan mempunyai sifat yang sama dengan induknya dan memiliki karakteristik yang khas, yaitu dibalut dengan arillode berwarna putih. Biji manggis berbentuk bulat pipih dan berkeping dua (Rukmana, 1998).

Buah manggis berbentuk bulat dan berjuring, sewaktu masih muda permukaan kulit buah berwarna hijau, namun setelah matang berubah menjadi ungu kemerah–merahan atau merah muda. Pada bagian ujung buah terdapat juring berbentuk bintang sekaligus menunjukkan ciri dari jumlah segmen daging buah. Jumlah juring ini berkisar antara 5 – 8 buah. Selain itu biji manggis juga memiliki bersifat poliembrioni yang jika ditanam bisa menghasilkan beberapa tunas atau kecambah (Reza et al., 1994).

2.2. Syarat Tumbuh

2.2.1. Iklim

Rukmana (1998) menjelaskan bahwa faktor iklim yang paling berperan terhadap pertumbuhan dan produksi manggis adalah suhu udara dan curah hujan. Sedangkan penyinaran matahari merupakan faktor yang lebih bersifat perangsang (induktif) pembungaan. Oleh Direktorat Jendral Tanaman Hortikultura Nasional (2002), bahwa tanaman manggis menghendaki prasyarat lingkungan tumbuh pada daerah dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl dengan suhu udara berkisar antara 22 - 32ºC, curah hujan 1.500 - 2.500 mm per tahun dan merata sepanjang tahun serta memerlukan intensitas penyinaran matahari antara 40 - 70%. Berdasarkan prasyarat tumbuh di atas, maka lokasi yang cocok untuk

pengembangan tanaman manggis adalah di dataran rendah yang beriklim basah sampai kering, dan lingkungannya agak teduh.

Schmidt dan Ferguson sebagaimana diacu oleh Rukmana (1998) menjelaskan bahwa tipe iklim yang paling cocok untuk pengembangan tanaman manggis adalah tipe iklim A (tanpa bulan kering) dengan kedalaman air tanah lebih 200 cm dpl sampai iklim C (bulan kering 4 - 6 bulan) asalkan penyebaran air tanahnya kurang dari 150 cm.

2.2.2. Tanah

Menurut Reza et al. (1994) tanah yang disukai tanaman manggis adalah jenis tanah gembur yang kaya kandungan bahan organik dengan drainase yang baik. Sebaliknya, tanah yang bersifat basa dan rendah kesuburannya tidak sesuai tanaman manggis. Tanah untuk tanaman manggis harus senantiasa lembab, tetapi tidak tergenang. Keadaan air tanah sampai sedalam 2 m dari permukaan tanah cocok untuk tanaman manggis.

Tanaman manggis memiliki daya penyesuaian cukup luas terhadap berbagai jenis tanah. Meskipun demikian, jenis tanah yang paling baik untuk tanaman ini adalah tanah Latosol yang air tanahnya memadai. Pada tanah (lahan) yang kedalaman air tanahnya melebihi 200 cm maka akar tanaman manggis tidak mampu lagi menghisap air, sehingga akan kekurangan air. Kekurangan atau kelebihan air akan menyebabkan tanaman manggis tumbuh merana dan lambat laun menjadi layu atau mati (Rukmana, 1998).

2.3. Peranan ZPT terhadap Tanaman

Abidin (1989), menjelaskan ZPT pada tanaman (plant regulator), adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient), yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Sedangkan hormon tumbuh (plant hormone) adalah zat organik yang dihasilkan oleh tanaman, yang dalam kosentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis. Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama golongan ZPT yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat, etilen. Auksin, yaitu suatu bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan berklorofil dan berfungsi mengatur pertumbuhan dan fungsi fisiologi lain dalam tanaman di luar jaringan tempat auksin dihasilkan serta aktif dalam jumlah yang sangat kecil sekali pun (Rismunandar, 1995).

Pada kadar rendah tertentu hormon/zat tumbuh akan mendorong pertumbuhan, sedangkan pada kadar yang lebih tinggi akan menghambat pertumbuhan, meracuni, bahkan mematikan tanaman (Kusumo, 1984 sebagaimana diacu oleh Irwanto, 2001). Wain dan Faucett (1969) sebagaimana diacu dalam Gardner et al. (1991) menyatakan auksin diperlukan untuk pertumbuhan kalus, baik di dalam kultur jaringan maupun dalam jaringan pembengkakan dan bintil akar.

Menurut Tjitrosoepomo (1985) bahwa akar bagian pokok nomor tiga (disamping batang dan daun) bagi tumbuhan yang telah dapat dibedakan dengan jelas. Di samping itu akar tanaman mempunyai tugas yaitu untuk memperkuat berdirinya tumbuhan, untuk menyerap air dan zat-zat makanan yang terlarut di dalam air tanah dan sering kali sebagai tempat penimbunan makanan. Selanjutnya Fisher (1992) menambahkan bahwa sistem akar juga mempunyai peranan dalam pengaturan pertumbuhan tanaman, dimana paling sedikit dua golongan zat

pengatur pertumbuhan utama yakni, sitokinin dan giberelin yang dihasilkan di ujung-ujung akar.

2.4. Peranan IBA terhadap Tanaman

Auksin terbagi menjadi beberapa jenis yaitu IAA (Indole Acetik Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphtalene Acetic Acid) dan 2,4 D (2,4 D – Dichlorophenoxy Acetic Acid) (Wudianto, 1998). Jenis auksin yang digunakan dalam penelitian ini adalah IBA (Gambar 1).






Dari sebuah penelitian memperlihatkan jumlah berkas pembuluh pada akar sangat bertambah sehubungan dengan pemberian IBA. Mekanisme terbentuknya akar dengan pemberian auksin ini akan meningkatkan permeabilitas dinding sel yang akan mempertinggi penyerapan unsur, diantaranya N, Mg, Fe, dan Cu untuk membentuk klorofil yang sangat diperlukan untuk mempertinggi fotosintesis. Dengan fotosintesis yang semakin meningkat akan dihasilkan hasil fotosintesis yang meningkat pula dan bersamaan dengan auksin akan bergerak ke akar untuk memacu pembentukan giberelin dan sitokinin di akar yang akan membantu pembentukan dan perkembangan akar. Penambahan kandungan auksin eksogen di akar akan meningkatkan tekanan turgor akar sehingga giberelin dan sitokinin endogen di akar akan di angkut ke atas atau ke tajuk tanaman (Nasa, 2005).

Wudianto, (1998) menjelaskan NAA dalam pemakaiannya harus benar-benar tahu konsentrasi yang tepat yang di perlukan oleh suatu jenis tanaman, bila tidak tepat akan pertumbuhan akar, sedangkan IBA mempunyai sifat yang lebih baik dan efektif dari pada IAA dan NAA. Dengan demikian IBA paling cocok untuk merangsang aktifitas perakaran, karena kandungan kimianya lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama. IAA biasanya mudah menyebar ke bagian lain sehingga menghambat perkembangan serta petumbuhan tunas.

Menurut Irwanto (2001) penggunan IBA pada dosis 100 ppm memberikan 83,33 persen stek yang jadi dan meningkatkan jumlah akar pada meranti putih (Shorea montigena) tidak meningkatkan pertambahan tinggi dan daun pada stek pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). Hal ini lebih disebabkan oleh IBA yang memiliki sifat penyebaran (mobilitas) yang sangat kecil dan hanya berpengaruh pada tempat yang diberikan.


III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi Desa Mendalo Darat, Kabupaten Muaro Jambi. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan dari tanggal 25 Mei sampai 22 Agustus 2007.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bibit manggis varietas lokal yang berumur 2 bulan 12 hari asal seedling, IBA, insektisida Supracide, fungisida Dithane M-45 serta Bayfidan 250 EC (Triadimenol), pupuk kandang, tanah lapisan atas atau top soil, polybag ukuran 10 x 15 cm dan 20 x 25 cm, kayu, paku, atap rumbia.

Alat yang digunakan terdiri dari cangkul, palu, pisau kecil, parang, handsprayer, gergaji, ember, meteran, tali plastik, kawat, jangka sorong, milimeter blok, oven dan alat tulis.

3.3. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), satu faktor yaitu konsentrasi IBA yang terdiri dari 5 taraf perlakuan, yaitu:

I0 = 0 ppm IBA.

I1 = 50 ppm IBA.

I2 = 100 ppm IBA.

I3 = 150 ppm IBA.

I4 = 200 ppm IBA.

Masing–masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga diperoleh 25 petak percobaan. Setiap petak terdiri dari 8 bibit manggis sehingga jumlah bibit manggis seluruhnya adalah 200 bibit. Untuk bibit sampel dipilih 1 dan 1 tanaman pengganti jika ada kerusakan pada sampel dalam setiap perlakuan. Untuk lebih jelasnya, petak percobaan dapat dilihat pada denah penelitian pada Lampiran 1a dan Lampiran 1b.

3.4. Pelaksanaan Percobaan

3.4.1. Persemaian

3.4.1.1. Persiapan Media Semai

Penyemaian benih manggis dilakukan dalam media tanam tanah, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 1:1:1. Pada areal tempat persemaian dibuat naungan dari atap rumbia dengan ketinggian 125 cm di bagian timur dan 80 cm di bagian barat. Ukuran polybag yang digunakan berukuran 10 x 15 cm.

3.4.1.2. Persiapan Benih

Benih tanaman manggis yang digunakan berasal dari jenis manggis varietas lokal yang berasal dari satu pohon induk yang telah berbuah minimal

2 kali. Biji yang baik diambil dari buah yang mempunyai isi 5 - 6 segmen daging buah. Biji yang digunakan adalah yang berukuran berat 1 g atau lebih yang telah dibersihkan dari daging buahnya. Setelah bersih dari daging buah, biji manggis direndam fungisida Dithane M-45 sebanyak 3 g L-1 air selama 2-3 menit, setelah itu dikeringanginkan.

3.4.1.3. Penyemaian Benih

Biji (benih) manggis disemai dalam polybag kecil yang telah disediakan. Penyemaian dilakukan pada tempat yang teduh atau diberi naungan. Agar tetap lembab penyiraman dilakukan setiap hari pagi atau sore tergantung keadaan.

3.4.2. Persiapan areal penelitian dan naungan

Areal penelitian yang digunakan berdekatan dengan sumber air dan terbuka. Areal yang digunakan untuk penelitian dibersihkan dari rumput–rumput, sisa tanaman dan sampah lain. Untuk melindungi bibit dari sinar matahari dan air hujan secara langsung dibuat naungan. Tinggi naungan pada sebelah timur 175 cm dan pada sebelah barat 125 cm serta atap naungan dibuat dari rumbia.

3.4.3. Pemberian ZPT IBA

ZPT IBA diberikan dengan cara akar bibit manggis direndam dalam larutan dengan berbagai konsentrasi sesuai dengan taraf perlakuan yang diberikan. Perendaman akar bibit manggis dilakukan selama 1 jam. Pemberian perlakuan dilakukan pada saat transplantasi atau bibit akan dipindahkan ke polybag lebih besar.

3.4.4. Penanaman di Polybag

Pemindahan bibit manggis dilakukan pada saat berumur 2 bulan 12 hari dengan 4 helai daun normal setelah diberi perlakuan. Bibit manggis dipindahkan ke polybag lebih besar yang diisi media campuran tanah, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 1:1:1.

3.4.5. Pemeliharaan bibit

Pemeliharaan bibit tanaman manggis meliputi penyiraman, penyiangan serta pengendalian hama penyakit tanaman serta pemupukan. Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore hari, untuk penyiangan dilakukan secara manual menggunakan tangan atau pisau kecil. Untuk mengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Supracide (Metidation 0,2%) dan fungisida Bayfidan 250 EC (Triadimenol) kosentrasi 0,1% - 0,2%. Penyemprotan dilakukan pada pagi atau sore hari setiap 3 minggu sekali selama 3 bulan setelah tanam. Untuk pemberian pupuk anorganik urea, dan KCl (2:1:1) sebanyak 2 gram per pohon yang diberikan setiap 1 bulan sekali. Pemberian awal pupuk dilakukan seminggu setelah tanam.

3.5. Variabel Respon

3.5.1. Pertambahan Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang atau leher akar sampai titik tumbuh dengan satuan cm. Dilakukan pengamatan awal pada saat transplantasi atau bibit manggis akan dipindahkan ke polybag yang lebih besar, sebelum diberi perlakuan. Pengukuran berikutnya dilakukan pada saat bibit manggis berumur 3 bulan setelah transplantasi. Pengukuran di bantu dengan penyangga/penanda dengan tinggi 5 cm yang dihitung mulai dari pangkal batang.

3.5.2. Pertambahan Diameter Batang

Diameter batang diukur dari ketinggian 5 cm dari pangkal batang atau leher akar yang telah ditandai dengan menggunakan penyangga/penanda dan pengukuran menggunakan jangka sorong dalam satuan mm. Dilakukan pengamatan awal pada saat transplantasi atau bibit manggis akan dipindahkan ke polybag yang lebih besar, sebelum diberi perlakuan dan seterusnya pengukuran dilakukan saat bibit manggis berumur 3 bulan setelah transplantasi.

3.5.3. Pertambahan Jumlah Daun

Untuk jumlah daun pengamatan awal dilakukan pada saat transplantasi atau bibit manggis akan dipindahkan ke polybag lebih besar, sebelum diberi perlakuan. Selanjutnya dilakukan pengukuran bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi. Satuan yang digunakan dalam penghitungan jumlah daun yaitu helai. Daun yang diamati adalah daun yang tumbuh normal.

3.5.4. Pertambahan Jumlah Akar Sekunder

Dilakukan pengamatan awal pada saat transplantasi atau bibit manggis akan dipindahkan ke polybag yang lebih besar, sebelum diberi perlakuan, pengukuran selanjutnya dilakukan pada saat bibit manggis berumur 3 bulan setelah transplantasi. Akar yang di hitung adalah jumlah akar sekunder. Satuan yang digunakan adalah helai. Cara mengamati jumlah akar sekunder bibit manggis dapat di lihat pada Gambar 5.

3.5.5 Pertambahan Panjang Akar

Dilakukan pengamatan awal pada saat transplantasi atau bibit manggis akan dipindahkan ke polybag yang lebih besar, sebelum diberi perlakuan, selanjutnya pengukuran dilakukan pada saat bibit manggis berumur 3 bulan setelah transplantasi. Akar yang diukur panjangnya adalah akar sekunder dan akar primer, pengukuran dimulai dari pangkal akar sekunder hinga ujung akar, setelah itu diambil panjang akar rata-ratanya. Sedangkan akar primer diukur dari pangkal batang atau leher akar. Pengukuran panjang akar dengan mengunakan kertas milimeter blok.

3.5.6 Bobot Kering Akar

Pengamatan bobot kering akar dilakukan pada saat bibit manggis berumur 3 bulan setelah transplantasi. Bibit manggis sampel dibongkar, akar yang diamati dipotong sampai batas leher akar, kemudian direndam ke dalam air lalu dibersihkan dari tanah dan kotoran yang melekat dilakukan secara perlahan setelah bersih selanjutnya dikering anginkan. Akar sampel yang telah bersih dimasukan kedalam kantong kertas kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105ºC selama 24 – 48 jam, setelah itu dikeluarkan dari oven dan kemudian dimasukkan kedalam desikator selama 10 menit. Pengovenan dan penimbangan selanjutnya dilakukan sampai diperoleh bobot kering akar yang konstan selama 0,5 – 1,5 jam.

Selanjutnya penimbangan dilakukan dengan 2 tahap yakni penimbangan pertama meliputi penimbangan keseluruhan akar dan kedua dilakukan dengan memisahkan akar primer dengan semua akar sekunder, lalu semua akar sekunder tersebut ditimbang. Satuan yang digunakan adalah gram.


3.5.6 Bobot Kering Pupus

Pengamatan bobot kering pupus dilakukan pada saat bibit manggis berumur 3 bulan setelah transplantasi. Pupus diambil dari pangkal batang atau leher akar ke arah pucuk bibit manggis, kemudian dibersihkan dari kotoran dengan air setelah bersih selanjutnya dikering anginkan. Bagian atas bibit manggis sampel dimasukan ke dalam kantong kertas kemudian dikeringkan ke dalam oven selama 24 – 48 jam pada suhu 105ºC, setelah itu dimasukkan kedalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Pengopenan dan penimbangan yang berikutnya dilakukan selama 0,5 – 1,5 jam sampai diperoleh bobot kering pupus yang konstan. Satuan yang digunakan adalah gram.

3.6. Analisis data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam, sedangkan untuk mengamati perbedaan pengaruh antar taraf perlakuan maka dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf α = 5%.




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1 Pertambahan Tinggi Tanaman

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian konsentrasi IBA tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P=0,47). Pertambahan tinggi bibit manggis pada berbagai konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertambahan tinggi bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi

Konsentrasi IBA

(ppm)


Pertambahan Tinggi Tanaman

(cm)

200


2,95 a

150


2,42 a

100


2,05 a

50


1,97 a

0


1,92 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 5%

4.1.2 Pertambahan Diameter Batang

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian konsentrasi IBA tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P=0,30). IBA yang diberikan dengan konsentrasi tertinggi dalam penelitian ini belum mampu memberikan respon pertumbuhan terhadap pertambahan diameter batang yang cepat. Untuk selengkapnya pengaruh IBA terhadap pertambahan diameter batang bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertambahan diameter bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplan

Konsentrasi IBA

(ppm)


Pertambahan Diameter Tanaman

(mm)

200


1,41 a

150


1,38 a

100


0,93 a

50


0,78 a

0


0,74 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 5%


4.1.3 Pertambahan Jumlah Daun

Pada pengamatan jumlah daun setelah dilakukan analisis ragam (Transformasi Akar Kuadrat) terlihat bahwa perlakuan konsentrasi IBA tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P=0,50). Laju pertambahan jumlah daun yang lambat pada bibit manggis menunjukan bahwa IBA dengan konsentrasi tertinggi pada penelitian ini belum mampu memberikan respon fisiologi terhadap kecepatan pertumbuhan bibit manggis. Pertambahan jumlah daun akibat pemberian IBA pada bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertambahan jumlah daun bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi

Konsentrasi IBA

(ppm)


Pertambahan Jumlah Daun

(helai)

200


1,90 a

150


1,72 a

100


1,61 a

50


1,40 a

0


1,40 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 5%

4.1.4 Pertambahan Jumlah Akar Sekunder

Analisis sidik ragam dari data penelitian terlihat bahwa perlakuan konsentasi IBA pada variabel pertambahan jumlah akar menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P=0,02). Hasil uji BNT pada taraf α = 5%, pada konsentasi IBA 200 ppm memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada konsentrasi IBA 150, 100, 50 ppm dan tanpa pemberian IBA terhadap pertumbuhan bibit manggis. Hal ini berarti bahwa IBA dengan konsentrasi 200 ppm mampu memberikan respon fisiologi terhadap pertumbuhan vegetatif sehingga akar bibit manggis semakin cepat tumbuh. Pertambahan jumlah akar bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi akibat pemberian konsentrasi IBA disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertambahan jumlah akar sekunder bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi

Konsentrasi IBA

(ppm)


Pertambahan Jumlah Akar

(helai)

200


11,1 a

150


9,7 ab

100


6,0 bc

50


5,0 c

0


4,2 c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 5%.

4.1.5 Pertambahan Panjang Akar

Berdasarkan sidik ragam terlihat bahwa perlakuan konsentasi IBA pada variabel pertambahan panjang akar untuk rata-rata pertambahan panjang akar sekunder menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P=0,01). Hasil uji BNT pada taraf α = 5%, pada perlakuan konsentrasi 200 ppm menunjukkan panjang akar sekunder rata-rata terpanjang tetapi tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap perlakuan konsentrasi 150 ppm. Akan tetapi jika dibandingkan perlakuan 100 ppm, 50 ppm dan tanpa perlakuan 200 ppm menunjukan pertambahan panjang akar sekunder yang lebih baik. Begitu juga IBA dengan konsentrasi 150 ppm menunjukan rata-rata panjang akar yang lebih baik jika dibandingkan dengan tanpa pemberian IBA. Data panjang akar sekunder bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi akibat pemberian berbagai konsentrasi IBA disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertambahan panjang akar sekunder bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi

Konsentrasi IBA

(ppm)


Pertambahan Panjang Akar sekunder

(mm)

200


1,72 a

150


1,24 ab

100


0,85 bc

50


0,7 bc

0


0,61 c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 5%

Pertambahan panjang akar pada akar primer berdasarkan sidik ragam terlihat bahwa perlakuan konsentasi IBA menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P=0.01). Setelah di uji BNT pada taraf α = 5%, pada perlakuan konsentrasi 200 ppm memberikan panjang akar terpanjang tetapi tidak menunjukan hasil yang bebeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 150 ppm, dalam hal ini berarti pelakuan konsentasi 150 ppm juga memberikan pengaruh yang baik jika dibandingkan pemberian IBA dengan konsetrasi 100 ppm, 50 ppm dan tanpa pemberian IBA. Dapat dilihat panjang akar primer bibit manggis saat 3 bulan setelah transplantasi pada setiap pelakuan konsentrasi IBA disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertambahan panjang akar primer bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi

Konsentrasi IBA (ppm)


Pertambahan Panjang Akar Primer (mm)

200


3,75 a

150


3,45 ab

100


3,33 ab

50


3,09 bc

0


2,54 c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 5%

4.1.6 Bobot Kering Akar

Berdasarkan sidik ragam terlihat bahwa IBA dengan konsentrasi berbeda pada variabel respon bobot kering akar menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P=0,00). Setelah di uji BNT pada taraf α = 5%, pada perlakuan konsentrasi 200 ppm menunjukkan bobot kering akar terbaik tetapi tidak menunjukkan hasil yang berbada nyata terhadap perlakuan konsentrasi 150 ppm. Pada taraf konsentrasi 150 ppm bobot kering akar menunjukan angka yang signifikan jika dibanding dengan taraf 50 ppm dan tanpa pemberian IBA. Hasil ini menunjukan bahwa IBA memberikan respon fisiologi terhadap peningkatan bobot kering akar bibit manggis. Bobot kering akar akibat pemberian berbagai konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap bobot kering akar bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi

Konsentrasi IBA (ppm)


Bobot Kering Akar (g)

200


2,64 a

150


2,55 a

100


1,99 ab

50


1,55 bc

0


1,01 c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 5%

Untuk variabel bobot kering akar pada akar sekunder berdasarkan sidik ragam terlihat bahwa perlakuan konsentasi IBA menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P=0,00). Setelah di uji BNT pada taraf α = 5%, pada perlakuan konsentrasi 200 ppm memberikan pengaruh terbaik dibandingkan dengan perlakuan konsentasi IBA pada taraf 100, 50 ppm dan tanpa pemberian IBA. Bobot kering akar sekunder sebagai akibat pemberian berbagai konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap bobot kering akar sekunder bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi

Konsentrasi IBA (ppm)


Bobot Kering akar sekunder (g)

200


1,77 a

150


1,52 a

100


1,24 ab

50


0,97 bc

0


0,58 c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 5%


4.1.7 Bobot Kering Pupus

Pada pengamatan bobot kering pupus setelah sidik ragam terlihat bahwa perlakuan konsentrasi IBA menunjukan hasil yang berbeda nyata (P=0,04). Setelah di uji BNT pada taraf α = 5%, pada kosentrasi IBA 200 ppm memberikan bobot pupus terbaik jika dibandingkan dengan konsentrasi 100, 50 ppm dan tanpa pemberian IBA, namun dengan konsentrasi IBA 150 ppm tidak menunjukan hasil yang berbeda nyata. Respon pertumbuhan yang diukur berdasarkan bobot kering pupus adalah adanya pertambahan jumlah daun atau setidaknya adanya peningkatan luas daun. Walaupun secara kuantitas tidak nyata adanya pertambahan jumlah daun, namun jika diukur melalui bobot kering pupus terdapat hasil yang berbeda. Hal ini dikarenakan pengukuran bobot kering pupus termasuk peningkatan luas daun dan kuncup daun. Data pengukuran bobot kering pupus bibit manggis saat umur 3 bulan setelah transplantasi pada berbagai konsentrasi IBA terhadap disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap bobot kering pupus bibit manggis pada umur 3 bulan setelah transplantasi

Konsentrasi IBA (ppm)


Bobot Kering Pupus (g)

200


1,96 a

150


1,73 ab

100


1,53 ab

50


1,47 bc

0


1,21 cd

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 5%

4.2. Pembahasan

Dari hasil uji lanjut pemberian konsentrasi IBA dari 50 – 200 ppm tidak memberikan pengaruh yang nyata pada variabel pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter dan pertambahan jumlah daun bibit manggis. Hal ini disebabkan karena IBA memiliki sifat penyebaran yang kecil, artinya IBA hanya akan memberikan respon fisiologi pada tempat dimana IBA diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Irwanto (2001) bahwa IBA memiliki sifat penyebaran yang sangat kecil. Sehingga apabila IBA diberikan pada akar, ia hanya akan menstimulasi pada bagian akar saja, dan kemungkinan kecil untuk mampu menstimulasi pertumbuhan pada bagian atas tanaman. Sejalan dengan pendapat Kusumo (1990) diacu oleh Hidayat, (1993) bahwa perendaman benih yang sedang tumbuh pada konsentrasi IBA 24 - 40 ppm mengakibatkan bertambahnya akar samping tanpa mempengaruhi bagian tanaman di atas tanah karena IBA tetap berada di dekat tempat IBA diberikan dan tidak menyebar ke bagian lain.

Dari hasil uji lanjut dengan pemberian IBA pada konsentrasi 200 ppm memberikan pengaruh pada veriabel pertambahan jumlah akar sekunder, dan pertambahan panjang akar bibit manggis terbaik bila dibandingkan dengan pemberian IBA pada konsentrasi 100 ppm, 50 ppm dan tanpa pemberia IBA. Hal ini disebabkan karena pemberian IBA pada tanaman manggis di pembibitan sangat berperan dalam merangsang pembentukan dan pembesaran akar. Menurut Salisbury & Ross (1995), IBA memegang peranan penting pada proses pembelahan dan pembesaran sel, terutama di awal pembentukan akar.

Dijelaskan pula oleh Rochiman dan Harjadi (1973) diacu oleh Lukitariati et al. (1996) bahwa jenis auksin IBA bersifat unggul dan efektif dalam merangsang aktivitas perakaran, dikarenakan sifat kimianya yang stabil dan kemampuan kerjanya lebih lama. Menurut Wiesman et al. (1989) diacu oleh Salisbury & Ross (1995), IBA sangat aktif pada tempat yang diberikan, sekalipun cepat dimetabolismekan menjadi IBA-aspartat dan sekurangnya menjadi suatu konjugat dengan peptida lainnya. Salisbury & Ross (1995) menjelaskan akibat terbentuknya konjugat tersebut diduga dapat menyimpan IBA, yang kemudian secara bertahap dilepaskan. Akibatnya konsentrasi IBA yang terikat akan digunakan pada tahap pembentukan akar selanjutnya.

Pertumbuhan akar disebabkan oleh IBA yang menginisiasi pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi pengendoran /pelenturan dinding sel. Dijelaskan oleh Salisbury & Ross (1995), bahwa IBA mengakibatkan sel penerima mengeluarkan H+ ke dinding sel primer yang mengelilinginya dan kemudian menurunkan pH sehingga terjadi pengenduran dinding dan pertumbuhan yang cepat. pH rendah ini diduga mengaktifkan enzim yang dapat memutuskan ikatan pada polisakarida dinding sel, sehingga memungkinkan dinding lebih mudah merengang.

Selain memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pertumbuhan akar. Pada dasarnya pemberian ZPT dimaksudkan untuk mempercepat proses fisiologi pada akar yang memungkinkan tersedianya bahan pembentuk akar dengan segera sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan zat hara (Wareing, 1976) diacu oleh Lukitariati et al. (1996). Dengan pertumbuhan akar dan rambut akar yang baik maka jumlah akar, panjang akar dan bobot kering akar akan semakin meningkat pada bibit manggis.

Dari hasil uji lanjut untuk variabel bobot kering pupus terlihat hasil yang terbaik ditunjukan pada pemberian konsentrasi IBA 200 ppm. Hal ini disebabkan IBA yang diberikan pada akar mampu memperbaiki tingkat pertumbuhan akar yang mengakibatkan proses penyerapan air dan bahan mineral menjadi lebih baik. Marschner (1986) diacu dalam Hidayat, (1993) bahwa IBA meningkatkan laju akumulasi bahan kering tanaman. Selain itu diduga peningkatan bobot kering pupus lebih disebabkan oleh luas daun dan kuncup daun bibit manggis.


V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

1. Pemberian IBA berpengaruh terhadap variabel pertambahan jumlah akar sekunder, pertambahan panjang akar, bobot kering total akar dan bobot kering pupus, namun tidak memberikan pengaruh terhadap variabel pertambahan tinggi, pertambahan diameter serta pertambahan jumlah daun bibit manggis asal seedling di polybag.

2. Pemberian konsentrasi IBA 150 ppm memberikan hasil yang terbaik untuk pertumbuhan akar bibit manggis asal seedling di polybag.

5.2 Saran

Agar dilakukan penelitian lebih lanjut, dengan taraf konsentrasi IBA yang lebih besar dari 200 ppm guna mendapat konsentrasi optimum dalam memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan bibit manggis asal seedling di polybag.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1989. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung.

Badan Pusat Statistik. 2003. Data Olah Neraca Perdagangan Beberapa Komoditas Hortikultura. Badan Pusat Statistik. Jambi.

Dinas Pertanian. 2004. Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Propinsi Jambi.

Direktorat Jendral Tanaman Hortikultura Nasional. 2002. Buku Lapangan Komoditas Manggis. Direktorat Jendral Tanaman Hortikultura Nasional. Dinas Pertanian. Jakarta.

Fisher N.m, R. Peter. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gajah Mada Univesity Press, Yogyakarta.

Gardner, Pearce, Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Indonesia University Perss. Jakarta.

Gaspar, T., C. Kevers, C. Penel, H. Greppin, D.M. Reid, and T.A. Thorpe. 1996. Plant hormones and plant growth regulators in plant tissue culture. In Vitro Cell Dev. Biol. Plant 32: 272-289.

Heddy, S. 1989. Hormon tumbuhan. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Rajawali Jakarta.

Hidayat, R. 1993. Pengaruh IBA dan Triakontanol terhadap Pertumbuhan dan Penyerapan Hara pada Bibit Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Fukugi (Garcinia subelliptica Merr). Institute Pertanian Bogor

Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) terhadap Persen Jadi Stek Pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). Universitas Pattimura. A m b o n. http://www.freewebs.com/irwantoshut/shorea_montigena.pdf . (Diakses februari 2007)

Lukitariati S., N.L.P. Indriyani, A. Susiloadi, dan M.J. Anwarudin, 1996. Pengaruh Naungan dan Konsentrasi Asam Indol Butirat terhadap Pertumbuhan Bibit Batang Bawah Manggis. Jurnal Hortikultura 6 (3): 220-226.

Prastowo, N.H. Roshetko, J.M. Maurung, G.E.S. Nugraha, E. Tukan, J.M. Harum, F. 2006. Tehnik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. World Agroforestry Centre (ICRAF) & Winrock International. http://www.worldagroforestry.org/units/Library/books/pdfs/Prastowo%202006.pdf. (Diakses februari 2007)

Nasa . 2005. Hormonik ( Hormon Tumbuh / ZPT ). pageISIPRODUK_BUKU04. PT. Natural Nusantara Indonesia. http://www.naturalnusantara.co.id/ indek_3_2_2.php?id=87. (Diakses Desember 2006)

Reza, M. Wijaya dan Enggis. 1994 . Pembibitan dan Pembudidayaan Manggis. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rismunandar. 1986. Mengenal Tanaman Buah-Buahan. PT. Sinar Baru, Bandung.

Rismunandar. 1995. Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rukmana, R. 1998 . Budidaya Manggis. PT. Kanisius, Yogyakarta.

Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1985. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada Univesity Press, Yogyakarta.

Widodo. A. S. 2006. Peranan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan. Jogjakarta. http://blog.360.yahoo.com /blog/slideshow.html. (Diakses Desember 2006)

Wudianto, R. 1998. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya, Jakarta.